Peran Orang Tua dalam Mendampingi Mahasiswa High Achiever
Kita sering mendengar istilah high achiever yaitu mahasiswa yang berprestasi tinggi, ambisius, dan rajin. Mendengar hasil prestasi akademik yang tinggi pada mahasiswa rasanya terdengar menyenangkan, namun demikian di balik prestasi tersebut tidak jarang tersembunyi stress yang tinggi, perfeksionisme, dan rasa cemas yang tinggi akan rasa gagal. Oleh karena itu, peran dan dukungan orang tua dibutuhkan untuk pendampingan kesehatan mental yang seimbang bagi mahasiswa dengan kecenderungan high achiever.
Dukungan yang diperlukan bukan berfokus pada pencapaian hasil akhir, namun justru apresiasi terhadap proses yang telah dilalui oleh mahasiswa untuk bisa mencapai hasil tersebut. Saat anak bercerita tentang lelahnya mereka, mengeluhkan tugas-tugasnya, orang tua perlu untuk mendengarkan dan memvalidasi perasaannya, seperti:
“Mama lihat kamu sedang lelah sekali ya, kamu sudah berusaha sangat keras untuk ujian minggu ini. Wajar jika kamu lelah, jangan lupa untuk istirahat ya nak.”
Bagi mahasiswa high achiever, kemandirian terkadang menjadi hal yang menakutkan. Misalnya mereka menjadi takut menentukan tujuan dan takut salah memilih jalan. Orang tua dapat berperan sebagai coach untuk anak dengan tetap memberi ruang mereka untuk mandiri dalam pengambilan keputusan namun mendampingi dengan memberikan berbagai sudut pandang dan menjadi teman diskusi. Berikut contoh kalimat yang dapat disampaikan: “Papa lihat intensitas belajar kamu meningkat karena akan menghadapi ujian, coba evaluasi lagi apakah sudah seimbang antara kuliah, istirahat, belajar, dan kegiatan kampus?”
Kecenderungan mahasiswa high achiever enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah. Orang tua dapat berperan sebagai “navigator” sehingga dapat mengarahkan mahasiswa mengenal fasilitas kampus yang dapat membantunya seperti layanan konseling, dosen pembimbing akademik, atau kelompok belajar. Orang tua juga dapat meyakinkan mereka bahwa mendapatkan bantuan dari orang lain bukan berarti lemah, namun merupakan upaya untuk membantu diri agar bisa optimal kembali dalam berproses.
Perfeksionisme sering menjadi “musuh diam-diam” mahasiswa berprestasi. Kegagalan dan ketidaksempurnaan adalah menjadi hal yang menakutkan. Prestasi di kampus menjadi patokan harga diri mereka. Orang tua dapat berperan untuk menyeimbangkan ekspektasi anak dan penerimaan ketika nilai yang diperoleh tidak sempurna. Orang tua perlu berfokus untuk memuji proses dan usaha yang telah dilakukan mahasiswa, misalnya dengan mengatakan: “Papa mama tetap bangga kamu sudah berusaha walaupun tugasnya sulit.”
Sebagai penutup, pada intinya cinta dari orang tua yang tanpa syarat akan membantu mahasiswa high achiever dapat berkembang dengan optimal karena mereka merasa dicintai, didukung, dan dipercaya untuk dapat melangkah menuju masa depan mereka.
By : -RVK-
Referensi:
– Nannings, M. et al. (2025). Social–Emotional and Educational Needs of Higher Education Students with High Abilities: A Systematic Review. MDPI.
– Song, L. (2024). Parent Autonomy Support and Undergraduates’ Academic Engagement.
– Helsper, A. (2025). Under Pressure: Gifted Students’ Vulnerabilities and Coping Strategies.
– Raoof, K. (2024). Unpacking the Underachievement of Gifted Students.
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...