Peran Orangtua Dalam Fenomena Bullying
Bullying merupakan bentuk perilaku agresif, dimana seseorang secara sengaja dan berulang menyebabkan luka atau ketidaknyamanan pada orang lain. Bentuk dari bullying antara lain verbal, fisik, relasional, dan siber (cyberbullying). Contoh dari bullying secara verbal adalah mengejek, menghina, dan mengancam. Sedangkan contoh dari bullying fisik adalah memukul, menendang, mendorong, dan sebagainya yang melibatkan kontak fisik secara langsung. Kemudian conton dari bullying relasional seperti mengucilkan atau menyebarkan rumor terkait korban. Terakhir, contoh bullying siber seperti melecehkan melalui media sosial atau menyebarkan konten memalukan di media sosial.
Dampak dari bullying tidak hanya mengarah pada bahaya yang mengancam secara fisik saja. Pengalaman menjadi korban bullying bisa berdampak pada aspek psikologis anak. Anak dapat berisiko mengalami penurunan rasa percaya diri, kecemasan, depresi, penurunan motivasi belajar, penurunan prestasi akademik, serta muncul pemikiran untuk menyakiti diri sendiri. Anak-anak yang menjadi korban dari bullying dua kali lebih besar memiliki risiko mengalami masalah kesehatan mental jangka panjang, dibandingkan anak yang tidak pernah terlibat bullying.
Sebagai orangtua, tentunya memiliki peran untuk mencegah dan menangani anak dari paparan bullying. Pertama, orangtua perlu membangun komunikasi yang terbuka dengana anak. Ajak anak untuk berbicara setiap hari, tanpa menghakimi. Komunikasi yang baik membuat anak bisa cepat melapor jika mengalami bullying. Kedua, orangtua dapat mengajarkan nilai empati sejak dini. Ajari anak nila-nilai empati dari perilaku dan interaksi sehari-hari di rumah, seperti cara memperlakukan orang lain, menyelesaikan konflik, serta menunjukkan rasa peduli. Ketiga, awasilah tanda-tanda prubahan emosi anak karena bisa menjadi sinyal bahwa mungkin anak sedang mengalami tekanan. Bentuk perubahan emosi bisa berupa menarik diri dari pergaulan, tiba-tiba tidak ingin sekolah, mudah marah, merasa cemas, atau muncul sakit tanpa sebab medis.
Pada saat anak terlibat dalam kasus bullying, coba dengarkan terlebih dahulu tanpa menyalahkan. Libatkanlah tenaga professional seperti psikolog atau psikiater jika dirasa dampaknya sudah mempengaruhi aspek emosi, perilaku, atau akademik. Jangan lupa untuk menjadikan rumah sebagai tempat aman untuk anak berbicara dan menjalankan pemulihan. Selain itu, perlu diingat bahwa mencegah dan menangani pemasalahan terkait bullying bukan menjadi tanggung jawab satu pihak saja. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerjasama antara lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.
By : – Farica –
Referensi:
- American Psychological Association (APA). (2023). Bullying: What is it and how to stop it. https://www.apa.org/topics/bullying
- National Center for Educational Statistics. (2022). Student Reports of Bullying. https://nces.ed.gov/
- Arseneault, L. (2015). The long-term impact of bullying victimization on mental health. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 56(4), 444-452.
- UNICEF Indonesia. (2021). Panduan untuk orang tua: Menghadapi bullying di sekolah. https://www.unicef.org/indonesia/id
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...