Apakah Orangtua dan Anak bisa berteman?
Mungkin pertanyaan ini pernah ditanyakan oleh sebagian Orang tua dengan anak yang saat ini mulai beranjak dewasa. Mengapa penting bagi Orang tua dan anak untuk dapat membangun relasi yang lebih dekat, tidak hanya sebatas menjalani peran sebagai Orang tua, sebaliknya anak juga sebatas menjalani perannya sebagai anak.
Pola asuh berkembang dari generasi ke generasi. Sebagai contoh, Orang tua jaman dulu cenderung memegang kendali penuh namun seiring berjalannya waktu ada perubahan cara pola asuh Orang tua. Tidak dipungkiri bahwa pada masa sekarang, Orang tua umumnya lebih fleksibel dan berusaha untuk dapat membangun kedekatan dengan anak. Zaman sekarang hubungan Orang tua dan anak yang dianggap sehat adalah pada saat anak dapat berbagi cerita dan menghabiskan waktu bersama dengan Orang tua tanpa perasaan terpaksa atau karena sebuah keharusan.
Lantas, bagaimana Orang tua dapat tetap membina hubungan dengan anak yang saat ini sedang berproses memasuki usia dewasa? Pada dasarnya ada 2 elemen utama dalam sebuah pertemanan, yakni good times (bermain) dan good conversation (merasa didengar). Waktu-waktu bermain bersama anak tanpa sadar berkurang atau bahkan hilang sama sekali ketika anak beranjak dewasa. Padahal memiliki waktu bermain bersama anak adalah suatu hal yang penting untuk dapat membangun kedekatan bersama anak. Bermain dan membangun keseruan dengan anak menciptakan suasana hangat dan memberi kesempatan pada anak untuk memiliki kenangan yang baik dari interaksi tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang sulit untuk dapat mengajak anak untuk pergi atau menghabiskan waktu bersama dengan Orang tua. Oleh karena itu, sebagai Orang tua, kita dapat mencoba belajar masuk ke dunia anak-anak kita. Sebagai contoh, meminta anak untuk mengajari kita cara menggunakan Tiktok atau youtube, atau mengenal film Drama Korea yang disukai oleh anak kita. Kita tidak harus menyukainya, tetapi menunjukan sedikit rasa tertarik / ingin tahu merupakan langkah awal untuk membangun relasi pertemanan antara Orang tua dan anak. Kita juga tidak perlu selalu, atau terus-menerus, atau terlibat terlalu dalam. Selain itu dalam proses kita mengenal dunia anak-anak kita, hal lain yang tidak kalah penting adalah tidak menghakimi / menyepelekan apa yang disukai oleh anak kita, sebagai contoh “kok aneh ya”, atau “buat apa sih buang-buang waktu”. Komentar-komentar seperti itu justru membuat anak malah membangun tembok dengan Orang tua. Kuncinya adalah mencoba membuka diri untuk mengenal dunia anak tanpa menghakimi atau memberikan komentar yang negatif. Dengan demikian, kita berupaya untuk membangun kebiasaan baru yang ramah dan lebih hangat dengan anak.
Sumber: Can Parents and Children Be Friends? | Psychology Today
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...