Cinta atau Obsesi?
Menjadi orangtua adalah suatu anugerah, karena Tuhan belum tentu mengizinkan kita semua merasakan peran sebagai orangtua di dunia ini. Sayangnya, menjadi orangtua itu tidak ada manual book-nya. Kalaulah ada manual book dalam menjalani peran sebagai orangtua, kita akan cenderung untuk tidak hanya mengandalkan manual book tersebut melainkan juga insting. Insting merupakan “senjata” yang paling sering kita gunakan sebagai orangtua dalam membesarkan anak.
Insting yang muncul pertama kali ketika kita menjadi orangtua adalah insting “melindungi”, terutama bagi seorang Ibu. Pernah dengar ucapan orangtua yang mengatakan bahwa “tak akan kubiarkan nyamuk hinggap di tubuh buah hati Bunda/Ayah”. Jangankan disakiti orang, dihinggapi nyamuk saja, orangtua tidak ikhlas.
Insting tersebut kemudian menjadi kamuflase. Atas nama ingin membuat kehidupan anak tidak sesusah orangtuanya dulu maka orangtua menjerumuskan anak dengan cara memanjakannya. Orangtua memudahkan semua hal untuk anak, menyediakan seluruh keinginan anak tanpa berpikir panjang, apakah yang diinginkan oleh anak merupakan kebutuhan anak atau bukan, apakah yang diinginkan oleh anak membantu anak tumbuh dan berkembang dengan baik atau justru keinginan tersebut bisa mencelakai diri anak itu sendiri.
Mari kita refleksi diri sebagai orangtua. Bukan tidak mungkin kesuksesan yang kita raih sekarang merupakan hasil dari “kesusahan” kita sebagai anak pada zaman dulu. Misalnya: pola pengasuhan dari orangtua kita dahulu yang menuntut kemandirian kita, contoh: apabila hendak membeli sesuatu, misalnya mainan, kita harus menabung terlebih dahulu atau harus membantu ayah/ibu kemudian mendapatkan “upah” dari kerja kita tersebut. Kesusahan tersebutlah yang membentuk diri kita sekarang sehingga kita bisa sukses dalam menjalani hidup dan bertahan di zaman sekarang ini. Di sisi lain, kemudahan bisa saja datang sebelum waktunya dan justru itu merusak, apalagi kemudahan tersebut datang melalui proses yang sebenarnya tidak benar.
Anak yang mendapatkan kemudahan dengan cara pengasuhan orangtua yang selalu memanjakan, yaitu menyediakan segala keinginan anak cenderung akan tumbuh menjadi individu yang kurang menghargai usaha dan kerja keras karena berorientasi pada hasil. Kemudian banyak proses belajar yang dilewati oleh anak, misalnya belajar bertahan hidup, terutama ketika orangtua sudah meninggalkan dunia ini. Di antara hal yang bisa anak peroleh dari proses belajar adalah bahwa hidup itu perjuangan dan wajib bekerja keras.
Pola asuh memanjakan muncul karena cinta kita sebagai orangtua terhadap anak sering tidak diiringi dengan logika. Hampir semua orangtua mencintai anak-anaknya, baik ibu maupun ayah. Namun seringkali kita lupa sebagai orangtua, menyertai rasa cinta kita yang besar ini tanpa logika. Contoh yang pernah Penulis jumpai adala, orangtua datang ke kampus dan melakukan pengisian KRS untuk anaknya, yang notabene adalah seorang mahasiswa. Orangtua berkata “Kasihan, Bu. Anak saya sedang tidak enak badan di rumah, jadi saya saja yang melakukan pengisian KRS” . Padahal pengisian KRS bisa dilakukan online dari mana saja. Contoh lain yang pernah terjadi, orangtua mendatangi dosen pembimbing anaknya karena anaknya, yang seorang mahasiswa, tidak berhasil mendapatkan jurnal yang diminta oleh dosen pembimbingnya dan orangtua tersebut bahkan meminta judul jurnal agar dapat dicarikan.
Tentu kita sebagai orangtua berharap bahwa anak akan tumbuh menjadi pribadi yang andal dan mampu bertahan dalam dunia yang semakin tidak bisa diprediksi ini. Oleh karena itu, kita sebagai orangtua tidak seharusnya memanjakan mereka. Kita bimbing anak untuk selalu menjalani proses, bukan fokus pada hasil. Kemudian, hindari selalu menyediakan setiap keperluan dan keinginan anak. Perlu juga kita tanamkan kepada anak bahwa tidak semua hal yang anak inginkan selalu mereka peroleh dengan mudah.
Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah mengajarkan anak kita apa itu life skills. Menurut WHO, life skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan berperilaku adaptif dan positif yang membuat seseorang dapat menyelesaikan kebutuhan dan tantangan sehari-hari dengan efektif. Di antaranya adalah keterampilan memecahkan masalah dan membuat keputusan, keterampilan mengelola perasaan, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan bekerjasama dalam kelompok.
Pada akhirnya menjadi orangtua berarti tidak bisa lari dari kenyataan bahwa anak kita tidak akan bersama kita sepanjang hidupnya dan berlaku juga sebaliknya. Anak tidak akan selamanya bersama kita. Mari kita persiapkan anak menjadi anak yang mandiri, terutama ketika berpisah dengan kita, orangtuanya.
Sumber :
- 2005. “Contributing to a More Sustainable Future: Quality Education, Life Skills and Education for Sustainable Development”, http://portal.unesco.org/education, diakses pada 20 September 2018.
- Siauw, Felix. 2015. “Cara menghancurkan anak paling mudah adalah dengan memanjakannya ”, diakses pada 20 September 2018.
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...