Peran Orangtua dalam Pencegahan Bunuh Diri Remaja
Belakangan ini kasus bunuh diri semakin meningkat. Tuntutan ekonomi, keluarga yang tidak harmonis, masalah dengan pasangan dan masalah di sekolah merupakan beberapa dari sekian banyak alasan seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2015 (dikutip dari kumparan.com, 2017), angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia mencapai 812 kasus selama satu tahun. Angka tersebut merupakan yang terdata di kepolisian, sedangkan masih banyak kasus yang tidak dilaporkan. Siapa yang sangka ternyata remaja pun tidak luput dari permasalahan yang kemudian berujung pada keputusannya untuk mengakhiri hidup. Bunuh diri juga menjadi penyebab kematian tertinggi kedua pada rentang usia 15-29 tahun.
Apa saja faktor yang dapat menjadi pemicu seorang remaja untuk bunuh diri? Dikutip dari mayoclinic.org, faktor pemicunya adalah:
- Memiliki masalah kejiwaan (termasuk depresi).
- Hilang minat atau memiliki konflik dengan keluarga atau teman dekat.
- Pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan fisik dan seksual.
- Ketergantungan alkohol atau narkoba.
- Memiliki masalah kesehatan, misalnya kehamilan yang tidak diinginkan atau penyakit menular seksual.
- Menjadi korban perundungan (bullying).
- Memiliki masalah dengan orientasi seksual.
- Memiliki teman atau keluarga yang bunuh diri.
- Riwayat keluarga dengan gangguan mood dan perilaku bunuh diri.
Para pelaku bunuh diri pada umumnya menunjukkan tanda-tanda sebelum melakukan tindakannya. Tanda-tanda ini dapat dikenali oleh orang-orang sekitar, di antaranya:
- Menulis surat perihal rencana bunuh diri atau kalimat-kalimat seperti: “Saya akan mengakhiri hidup saya.” atau “Saya tidak akan membebani orang-orang lagi.”
- Menghindari kontak sosial.
- Memiliki mood yang berubah-ubah.
- Meningkatnya penggunaan alkohol atau narkoba.
- Merasa terjebak dan tidak memiliki harapan atas situasi yang sedang dihadapi.
- Perubahan dalam kegiatan sehari-hari, misalnya perubahan pola makan atau jam tidur.
- Melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri.
- Perubahan kepribadian, menjadi cemas atau gelisah saat mengalami tanda-tanda yang disebutkan di atas.
Lalu, apa yang orangtua dapat lakukan?
- Jangan menunggu anak untuk datang kepada Anda, tanyakan kenapa dan tawarkan bantuan yang dapat Anda berikan.
- Jangan mengabaikan tanda-tanda yang diberikan anak sebagai hal biasa yang terjadi pada remaja atau menganggap anak sedang dramatis berlebihan.
- Dorong remaja untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman atau keluarga yang suportif.
- Dorong anak untuk menerapkan pola hidup sehat dengan makan, tidur, dan olahraga teratur.
- Apabila anak anda sedang dalam penanganan medis, dukung dia untuk mengikuti rekomendasi dokter atau terapisnya.
- Segera hubungi tenaga profesional apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Sumber:
http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/tween-and-teen-health/in-depth/teen-suicide/art-20044308
https://kumparan.com/utomo-priyambodo/tren-bunuh-diri-di-indonesia-dan-mancanegara
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...